Industri logistik global menyumbang sekitar 8-10% emisi karbon dunia, menjadikan freight forwarding sebagai sektor kritis dalam upaya mencapai keberlanjutan. Namun, transformasi menuju freight forwarding yang ramah lingkungan tidak bisa dilakukan oleh satu pihak saja. Diperlukan kemitraan antara freight forwarder, pengirim barang, dan pemerintah untuk menciptakan sistem logistik berkelanjutan.
Artikel ini membahas mengapa kolaborasi penting, studi kasus nyata, serta peran masing-masing pemangku kepentingan dalam mewujudkan freight forwarding ramah lingkungan.
Mengapa Freight Forwarding Ramah Lingkungan Penting ?
Freight forwarding ramah lingkungan tidak hanya tentang mengurangi emisi, tetapi juga mengoptimalkan rantai pasok, meminimalkan limbah, dan menggunakan sumber daya secara efisien. Namun, tantangan seperti biaya tinggi, regulasi yang berbeda antarnegara, dan kurangnya kesadaran sering menghambat upaya ini. Di sinilah kemitraan antara freight forwarder, pengirim barang, dan pemerintah menjadi kunci.
Contoh nyata :
- Freight forwarder bisa mengadopsi teknologi hijau seperti truk listrik atau kapal berbahan bakar LNG.
- Pengirim barang (shipper) dapat memilih rute logistik yang lebih efisien atau kemasan daur ulang.
- Pemerintah perlu menyediakan insentif fiskal dan infrastruktur pendukung.
Tanpa sinergi ketiganya, upaya keberlanjutan hanya akan menjadi program parsial yang kurang berdampak.
Peran Masing-Masing Pihak dalam Kemitraan Freight Forwarding Ramah Lingkungan
1. Freight Forwarder: Inovasi Teknologi dan Operasional
Freight forwarder harus menjadi pionir dalam mengadopsi praktik ramah lingkungan. Misalnya :
- Menggunakan software optimasi rute untuk mengurangi jarak tempuh dan emisi.
- Beralih ke kendaraan listrik atau bahan bakar alternatif.
- Menerapkan sistem reverse logistics untuk mengelola limbah kemasan.
- Mengembangkan pusat distribusi dengan teknologi hemat energi, seperti menggunakan panel surya dan pencahayaan LED.
- Berkolaborasi dengan startup teknologi untuk mengembangkan solusi logistik berbasis AI guna meningkatkan efisiensi.
Namun, investasi ini membutuhkan dukungan dari pengirim barang (misalnya, dengan membayar premi untuk layanan hijau) dan pemerintah (melalui subsidi atau tax break).
Pengirim Barang: Komitmen pada Prinsip ESG
Perusahaan pengirim barang harus memasukkan kriteria Environmental, Social, and Governance (ESG) dalam memilih mitra logistik. Contoh tindakan:
- Memprioritaskan freight forwarder yang memiliki sertifikasi lingkungan (misalnya, ISO 14001).
- Mengurangi volume kemasan dan menggunakan material daur ulang.
- Berkolaborasi dengan freight forwarder untuk konsolidasi pengiriman, sehingga mengurangi frekuensi truk kosong.
- Mengimplementasikan digital twin dalam rantai pasok untuk memprediksi kebutuhan logistik yang lebih efisien.
Studi kasus: Perusahaan retail XYZ di Jerman berhasil mengurangi emisi 30% dengan bekerja sama dengan freight forwarder yang menggunakan armada listrik dan rute teroptimalkan.
3. Pemerintah: Regulasi dan Infrastruktur Pendukung
Pemerintah memiliki peran sentral dalam menciptakan ekosistem yang mendukung freight forwarding ramah lingkungan. Langkah strategis meliputi:
- Menetapkan standar emisi ketat untuk kendaraan logistik.
- Membangun infrastruktur seperti stasiun pengisian listrik untuk truk di jalur utama.
- Memberikan insentif bagi perusahaan yang mengadopsi praktik hijau.
- Menerapkan kebijakan pajak karbon progresif untuk mendorong perusahaan beralih ke energi terbarukan.
- Mengembangkan sistem transparansi berbasis blockchain untuk memantau emisi dalam rantai pasok.
Contoh sukses: Belanda memberlakukan pajak karbon untuk transportasi logistik, mendorong perusahaan beralih ke energi terbarukan.

Studi Kasus: Kemitraan Freight Forwarding Ramah Lingkungan di Indonesia
Sebagai negara dengan volume logistik tinggi, Indonesia menghadapi tantangan polusi udara dan kemacetan. Namun, PT Logistik Hijau (nama samaran) berhasil menurunkan emisi 40% dalam 3 tahun melalui kemitraan antara freight forwarder, pengirim barang, dan pemerintah.
Langkah Kolaboratif yang Diambil :
Freight Forwarder:
- Mengganti 50% armada truk dengan kendaraan listrik.
- Memakai sistem AI untuk optimasi rute, memangkas jarak tempuh 15%.
- Mengembangkan gudang ramah lingkungan dengan teknologi hemat energi.
- Mengintegrasikan sistem Internet of Things (IoT) untuk pemantauan bahan bakar dan efisiensi operasional.
Pengirim Barang:
- Perusahaan FMCG mitra setuju membayar 10% lebih mahal untuk layanan hijau.
- Menggunakan kemasan berbahan daur ulang yang mengurangi limbah 25%.
- Menerapkan sistem pencatatan emisi karbon untuk melacak dampak lingkungan dari rantai pasok mereka.
Pemerintah:
- Memberikan insentif pajak 20% untuk perusahaan yang menggunakan kendaraan listrik.
- Membangun 50 stasiun pengisian listrik di Jawa dan Sumatra.
- Menetapkan kebijakan wajib pelaporan emisi untuk perusahaan logistik.
- Memberikan subsidi penelitian dan pengembangan untuk inovasi logistik hijau.
Hasil:
- Pengurangan emisi CO2 sebesar 12.000 ton/tahun.
- Biaya operasional freight forwarder turun 18% berkat efisiensi energi.
- Meningkatnya reputasi perusahaan pengirim barang sebagai pelaku bisnis berkelanjutan.
Tantangan dan Solusi dalam Membangun Kemitraan Freight Forwarding Ramah Lingkungan
Tantangan:
- Biaya Investasi Awal Tinggi: Teknologi hijau seperti truk listrik masih mahal.
- Koordinasi yang Kompleks: Kolaborasi antar-pihak sering terhambat perbedaan prioritas.
- Kurangnya Regulasi yang Jelas: Di banyak negara, aturan tentang logistik berkelanjutan masih ambigu.
- Kurangnya Infrastruktur Pendukung: Pengisian daya kendaraan listrik belum merata.
Solusi:
- Pemerintah bisa menawarkan skema pembiayaan rendah bunga untuk pembelian armada ramah lingkungan.
- Freight forwarder dan pengirim barang perlu membuat kontrak jangka panjang dengan klausul keberlanjutan.
- Pelatihan dan Edukasi: Workshop bersama untuk menyelaraskan pemahaman tentang pentingnya freight forwarding ramah lingkungan.
- Meningkatkan transparansi dengan teknologi digital untuk memantau dampak lingkungan secara real-time.
- Pengembangan insentif berbasis kinerja bagi perusahaan yang berhasil mengurangi jejak karbonnya.
Mewujudkan freight forwarding ramah lingkungan bukanlah tugas satu pihak. Dibutuhkan kemitraan antara freight forwarder, pengirim barang, dan pemerintah yang solid, transparan, dan berorientasi jangka panjang.
Apa langkah selanjutnya? Jika Anda adalah pemilik bisnis atau pelaku industri logistik, inilah saatnya untuk beralih ke solusi hijau. BKSADATRANS siap membantu Anda mewujudkan supply chain yang lebih ramah lingkungan. Hubungi kami di marketing@bksadatrans.com atau +62 818 0980 8524 untuk konsultasi gratis. Bersama, kita bisa menciptakan masa depan logistik yang lebih berkelanjutan!